Oleh : Andang Kasriadi (pendiri)
Sebagai pengalaman pribadi dan ratusan orang sahabat, kerabat dan relasi yang telah memperoleh manfaat dari Kefir, maka sudah waktunya untuk memunculkan suatu ajakan revolusi kesehatan melalui Kefir.
Untuk tahap awal, tiga kelompok penyakit yang ditenggarai paling evfektif ditangani oleh Kefir, yaitu penyakit pencernaan (dengan fokus pada 'istilah umum;: maag), diabetes (sakit gula), dan hepatitis (liver). Sesungguhnya hepatitis masuk dalam kelompok penyakit akibat virus, karena tgernyata DBD, Chikungunya, Herpes Zoster dan Kutil, juga dapat diatasi dengan baik oleh Kefir. Sayangnya data akurat mengenai prevalensi penyakit ini di Indonesia, biaya yang dikeluarkan pasien/pemerintah maupun kerugian hari kerja akibat penyakit belum terpublikasikan, sehingga untuk memberi gambaran, terpaksa mengambil informasi dan menganalisis dari berbagai sumber.
1. Gangguan Pencernaan.
Tampaknya lebih dari 90% masyarakat dimanapun pernah setidaknya sekali dalam tiga tahun menderita gangguan pencernaan, dengan prevalensi sekitar 8% setiap saat. Artinya di Indonesia setiap saat ada sekitar 17 juta orang menderita gangguan pencernaan, mulai dari yang ringan (sembelit), sampai yang berat (maag akut, tiphoid).
2. Diabetes Melitus (khususnya type 2)
Perkiraan saat ini penderita diabetes melitus sekitar 5% (12 juta jiwa), yang diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 21 jiwa pada 2030. Pada tahun 2005, penelitian di RS Dr. Sardjito menemukan bahwa rata-rata biaya untuk pengobatan diabetes adalah sekitar Rp 200.000,-/bulan. Artinya saat ini sudah mencapai sekitar Rp 300.000,-/bulan.
3. Hepatitis (Liver).
Saat ini sekitar 2,5% menderita hepatitis dari berbagai tingkatannya, atau sekitar 6 jutajiwa. Pengobatan hepatitis setidaknya membutuhkan waktu 6 bulan,dengan biaya rata-rata Rp 800.000,-/bulan.
Secara kasar, dari tiga penyakit ini saja, terlibat penderitaan dari sekitar 35 jutajiwa di Indonesia, dengan biaya rata-rata tidak kurang dari Rp 300.000,-/bulan/orang, atau sekitar Rp.10,- trilyun sebulan atau Rp.120 trilyun per tahun. Ini tidak termasuk kerugian produktivitas akibat tidak mampu kerja, yang nilainya bisa jadi lebih tinggi dari biaya pengobatan ini.
Konsumsi susu Indonesia.
Konsumsi susu Indonesia termasuk yang terendah di dunia. Rata-rata hanya mengkonsumsi 7 sampai 8 liter/tahun, atau segelas susu setiap 10 hari. Itupun baru seperempatnya dihasilkan sendiri dari sekitar 400.000 ekor sapi perah, sisanya diimport, terutama dari Australia.
Pengobatan dan penjagaan kesehatan melalui Kefir, membutuhkan rata-rata 600 cc susu untuk satu orang dalam sehari. .
Dengan demikian, akan dibutuhkan sekitar 7 juta ton susu setahun, lebih dari 5 kali produksi nasional, atau sekitar 2 kali konsumsi susu Indonesia saat ini.
Kalaupun 7 juta ton susu itu diimpor, dengan harga rata-rata 5.000,-/liter, maka dibutuhkan biaya sebesar Rp 35,- trilyun setahun, atau kurang dari 30% dari biaya pengobatan tiga kelompok penyakit itu saat ini.
Apalagi bila diingat bahwa yang dibayar untuk susu itu adalah nilai gizinya, yang tidak berkurang, malah meningkat bila diolah menjadi Kefir. Dengan demikian, secara netto, biaya pengobatan untuk tiga penyakit ini akan menjadi NOL.
Bila Revolusi Kesehatan 1 dengan Kefir ini bisa terwujud, maka pada tahun 2030, penderita diabetes bukan menjadi 21 juta jiwa, tapi maksimal 10%nya saja !!. Bahkan penderita masalah pencernaan dapat menjadi kurang dari 1%.
Keuntungan tambahan lain adalah terpacunya kegiatan peternakan sapi perah di Indonesia yang baru berproduksi sekitar 1 juta ton setahun saja dengan harga rendah (harga di peternak rata-rata Rp 3.000,-/liter), padahal dengan Rp 4.000,-/liter akan menguntungkan dan menggairahkan kegiatan peternakan sapi perah.
Tentu saja, untuk mewujudkan ini, pemerintahan yang bersih menjadi syarat mutlak, karena industri farmasi asing merupakan lahan yang menggiurkan untuk dieksploitasi, bahkan dengan mengorbankan kesehatan masyarakatnya !!
Sebagai pengalaman pribadi dan ratusan orang sahabat, kerabat dan relasi yang telah memperoleh manfaat dari Kefir, maka sudah waktunya untuk memunculkan suatu ajakan revolusi kesehatan melalui Kefir.
Untuk tahap awal, tiga kelompok penyakit yang ditenggarai paling evfektif ditangani oleh Kefir, yaitu penyakit pencernaan (dengan fokus pada 'istilah umum;: maag), diabetes (sakit gula), dan hepatitis (liver). Sesungguhnya hepatitis masuk dalam kelompok penyakit akibat virus, karena tgernyata DBD, Chikungunya, Herpes Zoster dan Kutil, juga dapat diatasi dengan baik oleh Kefir. Sayangnya data akurat mengenai prevalensi penyakit ini di Indonesia, biaya yang dikeluarkan pasien/pemerintah maupun kerugian hari kerja akibat penyakit belum terpublikasikan, sehingga untuk memberi gambaran, terpaksa mengambil informasi dan menganalisis dari berbagai sumber.
1. Gangguan Pencernaan.
Tampaknya lebih dari 90% masyarakat dimanapun pernah setidaknya sekali dalam tiga tahun menderita gangguan pencernaan, dengan prevalensi sekitar 8% setiap saat. Artinya di Indonesia setiap saat ada sekitar 17 juta orang menderita gangguan pencernaan, mulai dari yang ringan (sembelit), sampai yang berat (maag akut, tiphoid).
2. Diabetes Melitus (khususnya type 2)
Perkiraan saat ini penderita diabetes melitus sekitar 5% (12 juta jiwa), yang diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 21 jiwa pada 2030. Pada tahun 2005, penelitian di RS Dr. Sardjito menemukan bahwa rata-rata biaya untuk pengobatan diabetes adalah sekitar Rp 200.000,-/bulan. Artinya saat ini sudah mencapai sekitar Rp 300.000,-/bulan.
3. Hepatitis (Liver).
Saat ini sekitar 2,5% menderita hepatitis dari berbagai tingkatannya, atau sekitar 6 jutajiwa. Pengobatan hepatitis setidaknya membutuhkan waktu 6 bulan,dengan biaya rata-rata Rp 800.000,-/bulan.
Secara kasar, dari tiga penyakit ini saja, terlibat penderitaan dari sekitar 35 jutajiwa di Indonesia, dengan biaya rata-rata tidak kurang dari Rp 300.000,-/bulan/orang, atau sekitar Rp.10,- trilyun sebulan atau Rp.120 trilyun per tahun. Ini tidak termasuk kerugian produktivitas akibat tidak mampu kerja, yang nilainya bisa jadi lebih tinggi dari biaya pengobatan ini.
Konsumsi susu Indonesia.
Konsumsi susu Indonesia termasuk yang terendah di dunia. Rata-rata hanya mengkonsumsi 7 sampai 8 liter/tahun, atau segelas susu setiap 10 hari. Itupun baru seperempatnya dihasilkan sendiri dari sekitar 400.000 ekor sapi perah, sisanya diimport, terutama dari Australia.
Pengobatan dan penjagaan kesehatan melalui Kefir, membutuhkan rata-rata 600 cc susu untuk satu orang dalam sehari. .
Dengan demikian, akan dibutuhkan sekitar 7 juta ton susu setahun, lebih dari 5 kali produksi nasional, atau sekitar 2 kali konsumsi susu Indonesia saat ini.
Kalaupun 7 juta ton susu itu diimpor, dengan harga rata-rata 5.000,-/liter, maka dibutuhkan biaya sebesar Rp 35,- trilyun setahun, atau kurang dari 30% dari biaya pengobatan tiga kelompok penyakit itu saat ini.
Apalagi bila diingat bahwa yang dibayar untuk susu itu adalah nilai gizinya, yang tidak berkurang, malah meningkat bila diolah menjadi Kefir. Dengan demikian, secara netto, biaya pengobatan untuk tiga penyakit ini akan menjadi NOL.
Bila Revolusi Kesehatan 1 dengan Kefir ini bisa terwujud, maka pada tahun 2030, penderita diabetes bukan menjadi 21 juta jiwa, tapi maksimal 10%nya saja !!. Bahkan penderita masalah pencernaan dapat menjadi kurang dari 1%.
Keuntungan tambahan lain adalah terpacunya kegiatan peternakan sapi perah di Indonesia yang baru berproduksi sekitar 1 juta ton setahun saja dengan harga rendah (harga di peternak rata-rata Rp 3.000,-/liter), padahal dengan Rp 4.000,-/liter akan menguntungkan dan menggairahkan kegiatan peternakan sapi perah.
Tentu saja, untuk mewujudkan ini, pemerintahan yang bersih menjadi syarat mutlak, karena industri farmasi asing merupakan lahan yang menggiurkan untuk dieksploitasi, bahkan dengan mengorbankan kesehatan masyarakatnya !!
No comments:
Post a Comment